Ingin
mencoba menu makanan tempo dulu
yang unik? Cobalah mengunjungi Resto
Pulosegaran yang terletak di Kawasan Tembi, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Anda
akan menemui menu-menu yang diambil dari buku klasik Centhini. Banyak hidangan
yang asing di telinga dan jarang ditemui di tempat lain.
Oseng-oseng burung pipit |
Tak
ada papan nama resto yang dipasang di depan atau pintu masuk.
Satu-satunya penanda adalah pagar komplek berarsitektur batu-bata ekspose dilengkapi
gapura bernuansa Bali. Lokasinya di komplek yang merupakan bagian dari Rumah Budaya Tembi. Dari
kota Yogya
berjarak 8,6 km arah selatan menuju Pantai Parangtritis.
Di
resto yang dibuka sejak empat tahun lalu ini, tersedia berbagai menu unik nan
klasik yang mampu mengusik lidah Anda
menjelajahi dunia kuliner tempo doeloe . Semisal;
menu sup tupai, tupai goreng, tupai bumbu pedas, tongseng burung emprit,
dan oseng-oseng burung emprit. Tupai
atau bajing adalah hewan pengerat
buah kelapa, sedangkan emprit adalah burung kecil yang biasa ‘mencuri’ padi di
sawah.
Baca Juga: Chef’s Table: MSG Free, Bukan Sekadar Slogan
Nama
Resto Pulosegaran hanya bisa ditemukan dalam daftar menu. “Papan namanya memang
belum ada. Karena sebenarnya namanya Waroeng Dhahar Pulosegaran, bukan resto,
“ kata Made Bawa, Kepala Bagian Food and
Baverage (FB) Rumah Budaya Tembi.
Dari Surat Centhini
Menu
unik daging tupai cemeng (hitam) dan
burung emprit khusus disajikan pada Sabtu
dan Minggu. Tapi bila ada pengunjung yang datang pada hari biasa tetap bisa
memesannya. ”Menu yang disajikan disini
itu sebagian besar berasal dari Serat Centhini. Menurut kepercayaan daging
tupai merupakan makanan tradisional jaman dulu, yang juga bermanfaat bagi
kesehatan, terutama bagi penderita asma,” lanjut Made.
Tentu
saja resto ini tak hanya menyediakan
makanan dari tupai dan burung emprit. Masih banyak menu lain yang tak kalah ‘heboh’
rasanya. Misalnya pepes tawes opak yang
selain gurih mantap plus pedas proporsional, juga pepesan dagingnya terasa
lunak banget. Selain itu masih ada puluhan
menu lain, seperti: wedhus gembel cemeng, rawon lele, sapi geseng, sapi
condrodimuko, dan brongkos koyor.
“Menu
waroeng dhahar ini memang memberi nuansa lain. Di tengah banyaknya resto bermenu
modern, kita masih bisa bernostalgia menikmati makanan tradisional dan unik
dengan sajian modern,” kata Didik Setiadi, pengusaha meubel ekspor Yogyakarta yang jadi pelanggan resto ini.
Menyantap
makanan ‘berat’ seperti di atas, rasanya tak lega tanpa dilengkapi minuman. Di resto ini tersedia berbagai ragam
minuman bernuansa tradisional dengan rasa kontemporer. Misalnya ada es wedang blimbing wuluh, kunyit asem legi, kopi areng, wedang uwuh,
rujakpolo, es lumut, dll. Tersedia pula berbagai makanan kecil seperti; tempe mendhoan, carang gesing, tahu susur, pisang goreng
gula aren, dan lumpia pitik.
Suasana nyaman
Tentu
saja bukan hanya kenikmatan makanan dan minuman yang menjadi ‘magnet’ resto
yang berkapasitas 54 seat ini,
melainkan juga suasana yang mendukung. Karena letaknya di tengah areal
persawahan pedesaan, sembari menyantap makanan juga disuguhi pemandangan alam
persawahan dan pedesaan.
Kenikmatan
menyantap makanan di resto ini terasa utuh oleh lingkungan yang nyaman.
Bangunan resto dari kayu jati dengan arsitektur tradisional gaya
limasan dan pendapa yang dikelilingi dengan pertamanan aneka pohon bunga, juga
turut menciptakan nuansa hangat lahir batin. Bagi yang suka internet, disini
juga tersedia area hotspot.
Bagi
yang gemar membaca juga tersedia berbagai bahan bacaan; majalah maupun koran.
Bahkan di komplek resto ini juga tersedia penginapan, dengan fasilitas museum, galeri, dan kolam renang, TV kabel,
dan musik klasik. Hiburan lain yang bisa dinikmati pada hari Sabtu dan Minggu
adalah pentas siteran.
“Disini
juga kerap didatangi kelompok atau instansi yang ingin melakukan pertemuan
sambil berhibur. Ada juga pengunjung yang satu
keluarga, sekalian menginap disini”, lanjut Made.
No comments:
Post a Comment