Seseorang yang
menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi, paling dekat dengan penyakit
stroke, jantung, dsn gagal ginjal. Namun ada pemahaman di masyarakat bahwa
mereka takut minum obat darah tinggi setiap hari, karena justru menyebabkan
ginjal mereka rusak. Sebetulnya bagaimana yang benar? Mitos atau fakta?
![]() |
Ilustrasi minum obat (Istimewa) |
Hipertensi adalah
kondisi tekanan darah sistolik berada di atas 140 mmHg dan diastolik berada di
atas 90 mmHg. Ginjaal berfungsi sebagai penyaring darah dan memiliki peran
kunci dalam tubuh sebagai penjaga keseimbangan cairan tubuh, penghasil hormon
pembuatan sel darah merah, pengaktif vitamin D, dan fungsi lainnya.
Ketua Umum PB
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI) dr. Aida Lydia, PhD., Sp.PD-KGH,
menjelaskan hipertensi memicu risiko penyakit gagal ginjal hingga 45 persen.
Jika seseorang sudah menderita gagal ginjal kronik, maka dia membutuhkan terapi
pengganti ginjal dengan cuci darah atau hemodialisa.
"Jika punya
riwayat hipertensi dan darah tinggi, selain karena itu, risiko gagal ginjal
juga bisa dipengaruhi karena minum obat tak disiplin. Banyak orang merasa
cukuplah minum obat tradisional saja. Tak datang rutin kontrol ke puskesmas.
Lupa dan berbagai alasan," kata dr. Aida dalam konferensi pers Hari Ginjal
Sedunia baru-baru ini.
Menurutnya, hipertensi
dan diabetes bisa merusak ginjal karena mengganggu pembuluh darah di ginjal.
Terjadinya kerusakan filtrasi yang lama kelamaan akan menganggu fungsi ginjal.
Lalu jika seseorang
merasa takut atau cemas rutin minum obat hipertensi akan berdampak pada
ginjalnya, menurut Aida keluhan itu banyak disampaikan pasien. Namun persepsi
itu menururnya kurang tepat.
"Yang bikin
ginjalnya rusak bukan karena obatnya tapi tekanan darah tingginya. Kalau
terkontrol minum obat dan tensinya terkontrol tentu besar manfaatnya,"
ujarnya.
Penyakit ginjal kronik
adalah kelainan dari struktur atau fungsi ginjal yang menetap lebih dari 3
bulan yang berpengaruh terhadap kesehatan. Kriteria diagnostik adanya salah
satu kriteria yang menetap lebih dari 3 bulan di antaranya, tanda kerusakan
ginjal (1 atau lebih) seperti adanya albuminuria, kelainan sedimen urin,
kelainan elektrolit atau kelainan lain yang disebabkan oleh gangguan tubulus,
kelainan yang didapatkan dari histologi, kelainan struktur yang dideteksi
dengan pencitraan hingga riwayat transplantasi ginjal.
No comments:
Post a Comment