Sirup, pupuk
cair, pakan ternak, dan pakan ikan. Semua itu merupakan produk andalan PT
Semesta Alam Petro, Semarang, Jawa Tengah.
Utomo, pemilik PT. Semesta Alam Petro. |
“Dari tiga produk itu, paling tidak saya
bisa mendapat omzet Rp 500 juta – Rp 600 juta/ bulan. Dengan keuntungan bersih
rata-rata 10%,” tutur Utomo, pemilik PT. Semesta Alam Petro.
Utomo mengawali sukses bisnis markisa dari
pengalaman pahit tertipu kontrak kerja dengan pihak pengusaha Amerika. “Saat
itu kami sudah menyepakati kontrak kerja dengan pengusaha Amerika untuk menanam
markisa seluas-luasnya. Namun pada gilirannya (panen), mereka tidak menyanggupi
pembelian, karena harganya tidak masuk,” papar pria ulet itu.
Akhirnya, daripada merugikan petani, Utomo
(52) bertekad membeli markisa itu. “Saya terpaksa hutang kesana-kemari. Tapi
saya yakin kedepannya buah ini punya prospek bagus,” tuturnya optimis. Pengalaman
itu justru menjadi langkah awal kesuksesan. “Saya jadi punya bakalan bibit dari
berbagai lokasi, tahu cara mengolah markisa jadi sirup. Bahkan tahu cara
memanfaatkan limbah markisa. Meskipun rugi, namun kami jadi lebih pinter,”
katanya.
Zero Waste
Utomo bekerjasama dengan Universitas
Diponegoro, dalam memanfaatkan semua bagian buah markisa secara maksimal.
“Usaha kami bersifat zero waste. Atau
tidak ada yang dibuang,” ungkap lulusan Fakultas Sastra UNDIP itu.
Ada 4 produk yang dihasilkan, yaitu
Sirup, POC (Pupuk Organik Cair), nutrisi ternak, dan nutrisi untuk lele. Produk
sampingan dari markisa, yaitu pakan ternak dari kulit markisa. Pupuk, probiotik ternak, dan probiotik ikan
lele dihasilkan dari olahan sirup kedaluwarsa yang diretur. “Bahannya sama-sama
dari sirup markisa kedaluwarsa. Hanya cara pengolahannya menggunakan strain
bakteri berbeda,” paparnya. Diantaranya, Lactobacillus dan Sacaromices
Produk pupuk dijual ke petani binaan
atau petani plasma. Tentu dengan harga murah.
Sebagai timbal baliknya, Utomo akan mendapatkan harga markisa yang miring
pula. Pupuk cair organik berbahan markisa dihargai Rp 15.000/botol volume 500
ml. Satu karton berisi 20 botol bisa untuk budidaya markisa seluas 1 ha. Tanpa
urea. Setengah bagian pupuk cair diaplikasikan saat pertama penanaman,
bersamaan dengan pengairan. Separuhnya lagi disemprotkan ke bagian daun ketika
tanaman tidak stres, yakni warna daunnya hijau tak pucat dan tumbuh tunas muda.
Sirup markisa yang dihasilkan tergolong klasifikasi
pure (saribuah murni) atau pulpy, 5 ton/bulan. Sirup 100% diracik dari
buah markisa plus gula sebagai pengawet alami. Ia mengaku tidak menambahkan
air. Sirup markisa dijual Rp 20.000/botol. Targetnya, pasar swalayan dan agen. Juga
diekspor ke Singapura. Produk nutrisi ikan dan ternak diekspor hingga
Kamboja. Produksinya, 3.000 liter (3 ton)
nutrisi ikan setiap minggu. Harga Rp 45.000/liter.
Setelah melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi, sirup
markisa bertahan hingga 6 bulan tanpa bahan pengawet buatan. Sari buah atau pulpy tanpa gula diminati para penderita
diabetes. Produksi sirup pure lebih diarahkan untuk membuka
lapangan kerja. “Pure atau pulpy juga saya pasarkan bagi peminat
bisnis jus. Jadi tak perlu repot-repot blender. Tinggal tuang saja,” kata
Utomo.
Ada beberapa varietas markisa yang
dibudidayakan, yaitu markisa medan, markisa brazil berwarna kuning, dan markisa
hasil silangan sendiri berwarna jingga. Varietas paling bagus yang berwarna
jingga. Memiliki warna menyolok, aroma tajam dan buahnya mampu bertahan lama.
Sistem Kemitraan
Utomo juga menerapkan sistem kemitraan
usaha tani, dengan menyediakan benih markisa dan pupuk kepada petani mitra. Hasil
panen dari petani dibeli Utomo, sesuai harga yang disepakati. Dengan sistem
kemitraan, pasokan markisa bisa kontinyu. Petani mitra tersebar di dataran
tinggi dan dataran rendah. “Jadi ketika pasokan dari mitra di dataran tinggi
minim, bisa ditutup dengan pasokan dari mitra di dataran rendah,” ujarnya.
Setiap minggu, petani menghasilkan 5 kg markisa
per pohon. Markisa petani dihargai Rp 2.250/kg. Jadi ketika petani memiliki 1.000
pohon, maka ia akan memanen rutin 5 ton markisa per minggu. Omzetnya Rp
11.250.000/minggu. Saat ini ada ratusan petani plasma di Jawa Barat (Garut,
Sukabumi, Tangerang) dan Jawa Tengah (Pekalongan, Boyolali, Temanggung,
Semarang). “Di Pekalongan saja, kebun kami seluas 160 ha,” kata pria yang akrab
dipanggil Tomo itu.
Markisa mudah dirawat dan tahan hama
penyakit. “Relatif minim risiko. Paling-paling busuk akar. Itu pun jarang
terjadi,” kata Tomo. Tanaman ini juga mampu tumbuh di dataran rendah maupun
dataran berketinggian 1.000 m di atas permukaan laut. Varietas markisa dengan
buah ungu banyak dibudidayakan di dataran tinggi. Sementara markisa kuning dan
jingga cocok di dataran tinggi. “Buah markisa dataran tinggi warnanya bagus.
Jingga kemerahan. Jadi kalau dibuat
sirup, warnanya menarik,” ujarnya.
Tanaman ini bisa tumbuh di sembarang
lahan. “Lahan subur sebaiknya untuk tanaman pangan,” katanya. Jarak tanam ideal
5 m x 5 m. Lahan 1.000 m2
bisa ditanami 50 pohon markisa. Umur 6-9
bulan sudah berbunga. Usia produktif markisa mencapai 15 tahun. Syaratnya,
harus dilakukan pemangkasan pada batang kering dan batang yang tidak produktif.
Bila dibiarkan tumbuh alami tanpa pemangkasan, usai produktifnya hanya 5 tahun.
No comments:
Post a Comment