Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan
makanan sehat, produk virgin coconut oil (VCO)yang berkhasiat kesehatan ini punya peluang menjanjikan. Sumarta dan Wasirah
perajin VCO asal Sepaten, Kranggan, Galur, Kulonprogo, Yogyakarta
membuktikan, usaha skala rumahan ini mampu menopang ekonomi keluarganya.
Bahan pembuatan VCO
adalah buah kelapa. Cara pembuatan, kelapa
dikupas lalu diparut untuk diambil santannya. Santan ini kemudian dicampur
dengan sedikit VCO yang sudah jadi. Lalu
didiamkan selama sehari semalam. Jadilah
VCO yang berbentuk minyak bening,
sebening air mineral.
Meski proses pembuatan kelihatannya mudah, jika dipraktekkan tidak segampang yang dibayangkan. Memilih kelapa misalnya,
harus yang benar-benar kering. Jika kurang kering, VCO yang dihasilkan akan
cepat tengik (basi). Bahkan bisa jadi
gagal. Selain itu, penempatan santan
mesti dalam suhu yang stabil dan tertutup rapat. “Jika syarat-syarat itu
terpenuhi, hasilnya akan lebih bagus, bisa bertahan hingga setengah tahun”,
kata Sumarta.
Saat ini dalam sebulan minimal Sumarta mampu mengolah 100
kelapa. Jumlah itu adalah dari pemesan rutin. Dari seratus kelapa itu dapat
dihasilkan sekitar 7 hingga 8 liter VCO. Adakalanya omzet produksinya bisa
lipat tiga jika datang pemesan insidental (tidak rutin). “Malah yang banyak itu
yang dadakan. Hanya saja tidak bisa dipastikan, karena tidak rutin tadi”,
paparnya. Untuk menunjukkan identitas, digunakan
label Marta Natural VCO. Marta diambil
dari kependekan namanya .“Dari pemesan ada yang meminta curah dan konsumsi.
Biasanya yang curah digunakan untuk keperluan masak atau yang lain”, lanjut Sumarta.
Terpuruk karena gempa
Ketrampilan membuat VCO
diperoleh dari pelatihan yang diselenggarakan Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta. Bahkan hingga beberapa tahun lalu, kawasan Sepaten dan sekitarnya,
menjadi dampingan UGM, khususnya dalam pengembangan industri kecil berbahan
baku kelapa.
Kawasan Galur dan juga Kulonprogo pada umumnya, dikenal
kawasan pohon kelapa. Tak kurang dari tigapuluh perajin menggantungkan hidup
dari produk tersebut. Produknya sempat terpajang di beberapa swalayan Jogja. Sumarta sendiri saat itu setiap
bulannya mampu membuat dan memasarkan lebih dari 100 liter.
Masa kejayaan itu surut setelah peristiwa gempa bumi 2006. Salah
satu sebabnya adalah soal pemasaran yang waktu itu hanya mengandalkan order dan
kurang mengembangkan pasar secara mandiri. Beruntung Sumarta jauh sebelumnya
memiliki pembeli rutin, sehingga tetap
mampu bertahan hingga kini, di saat perajin lain kolaps. “Saat ini jumlah
perajin bisa dihitung dengan jari,” kisah Ny Wasirah.
Dibanding dijual dalam bentuk kelapa atau diolah menjadi
produk lain, menurut Sumarta lebih menguntungkan diolah menjadi VCO. Hitungan sederhananya, jika dijual
dalam bentuk kelapa per bijinya harga saat ini Rp1.500 jika duabelas biji
berarti Rp 18.000. Sedangkan jika dibuat VCO
dapat menghasilkan 1 liter yang harganya bisa duakali lipat.
Dipasarkan online
Jika saat ini usaha Sumarta
tetap bertahan, bukan semata-mata karena alasan ekonomi, melainkan juga alasan
kesehatan. Sebab selain membuat untuk dijual, dia juga memproduksi untuk
dikonsumsi sendiri. “Setelah tahu manfaatnya, kami sekeluarga ikut mengkonsumsi
sendiri.Setiap hari saya meminum satu sampai dua sendok makan VCO .Badan rasanya lebih berstamina dan
sehat”, lanjutnya.
Tentu saja masih banyak manfaat lain dengan mengkonsumsi vco
secara rutin. Misalnya membunuh virus penyebab
influenza, hepatitis C, campak, herpes, radang telinga dan tenggorokan,
serta memuluhkan gejala keracunan. Bagi usia
tua, mengkonsumsi vco juga dapat melindungi dari penyakit osteoporosis.
“Selain diminum langsung, vco juga bisa untuk memasak, misalnya menggoreng
telur atau tempe . Sebagai pengganti minyak
goreng”, jelas Sumarta.
Saat ini Sumarta dan beberapa rekan sesama produsen VCO tengah berusaha membangun pasar
kembali. Strategi itu antara lain melalui pembuatan website, mencetak brosur serta memperkenalkan produknya ke toko
serta swalayan. “Karena itulah makanya saya buat merk atau label produk. Semoga
jika langkah kami berhasil, akan berdamnpak juga pada produsen lain, sehingga
Kampung Sepaten kembali dikenal sebagai produsen VCO”, ujarnya.
No comments:
Post a Comment