Arang
tidak bisa tergantikan oleh bahan bakar lain, sebab sampai sekarang, tukang
sate tidak berani mengganti arang dengan
gas atau batubara. Alasannya, konsumen masih belum mau daging mamalia, unggas
atau ikan, yang dipanggang dengan gas atau batubara.
![]() |
Proses penyulingan Cuka Kayu. |
Panas
dari api gas tidak bisa merata, sementara panas dari batubara cukup tinggi.
Akibatnya, daging yang dibakar dengan gas masaknya tidak merata, sementara yang
dipanggang dengan batubara, bagian luarnya hangus, sementara bagian dalam belum
matang. Maka permintaan arang di Jawa lebih besar dibanding pasokan. Bahan baku
arang adalah kayu dengan tingkat kekerasan dan kepadatan tinggi, serta
tempurung kelapa.
Kayu
kualitas baik antara lain, bakau (Rhizophora
sp), api-api (Avicennia sp), lamtoro
lokal (Leucaena leucophala), rambutan
(Nephelium lappaceum), sawo manila (Achras zapota), angsana (Pterocarpus indicus), akasia gunung (Acacia catechu), kamboja dan (Plumeria acuminata). Selama ini kayu
kualitas baik tersebut hanya ditebang dari alam. Kecuali akasia gunung, dan
lamtoro, yang sudah dibudidayakan.
Pembuatan
arang di Indonesia masih dilakukan secara tradisional. Mula-mula ditata serasah,
dan kayu kering di lokasi yang akan digunakan untuk proses pengarangan. Kayu
kering itu langsung dibakar, di atasnya
ditata kayu basah yang telah dipotong-potong pendek. Kayu inilah yang nantinya
akan menjadi arang. Kemudian di bagian atas kayu diberi serasah dan ditimbun
tanah. Pelan-pelan kayu kering, dan serasah itu akan terbakar dan menimbulkan
panas. Panas ini akan menimbulkan proses pengarangan, sebab pembakaran tidak
sempurna.
Binsis menarik
Karena
tertutup rapat hingga kekurangan oksigen, pembakaran kayu kering, dan serasah
hanya menghasilkan panas, dan asap. Pemanasan ini akan membuat kayu basah
menjadi arang. Proses pengarangan demikian bisa berlangsung selama dua sampai
tiga hari. Setelah kayu basah itu sempurna menjadi arang, timbunan tanah akan
runtuh. Karena mampat, arang tidak akan terus membara menjadi abu. Pada saat
itulah timbunan arang bisa dibongkar, disortir dan dikemas dalam keranjang
untuk dipasarkan.
Proses
pembuatan arang selalu ditandai dengan keluarnya asap terus-menerus. Asap ini
mengandung uap air dan bermacam zat aktif, yang berasal dari dalam kayu.
Apabila asap yang mengandung berbagai zat aktif ini ditampung kemudian
didinginkan, akan meneteslah air bersama cairan berwarna cokelat pekat. Cairan
inilah yang disebut sebagai cuka kayu, wood
vinegar atau pyroligneous acid.
Cuka
kayu merupakan bahan industri farmasi, kosmetika, pengawet bahan pangan, dan
zat perangsang tumbuh (ZPT). Cuka kayu bisa
bermanfaat sebagai ZPT, lantaran tingginya kandungan zat-zat aktif tanaman. Zat
aktif ini terbawa oleh air dalam kayu yang menguap karena terkena panas sangat
tinggi. Kalau uap air dari proses pengarangan ini didinginkan, maka zat aktif
dari kayu yang diarangkan itu juga akan terbawa asap dan menetes di
penampungan. Di Eropa dan Jepang, industri arang kayu merupakan bisnis yang
cukup menarik.
Diameter
kayu bahan arang tidak terbatas. Kayu berdiameter 30 sd. 40 cm pun, bisa dibuat
arang tanpa perlu dibelah. Namun balok kayu tersebut harus dipotong pendek, maksimal
sepanjang 1 m. Apabila ruang untuk proses pengarangan tidak terlalu luas,
potongan cukup 0,5 m. Di Jepang, potongan kayu bahan arang dimasukkan ke dalam
oven yang kedap udara, yang dipanaskan
sampai suhunya mampu mengubah kayu menjadi arang. Oven itu diberi pipa untuk
menyalurkan asap.
Income
tambahan
Asap
itu dialirkan ke bawah, sambil dilewatkan aliran air untuk proses pendinginan.
Proses ini dilakukan mirip dengan proses penyulingan (destilasi). Karena
menjadi dingin, uap air yang terkandung dalam asap itu akan mengembun.
Titik-titik embun itu akan menjadi makin banyak lalu menetes pada wadah di
ujung pipa. Proses pengarangan modern ini juga berlangsung antara dua sampai tiga
hari.
Proses
pengarangan dengan oven akan menghasilkan cuka kayu dalam volume lebih besar
dibanding dengan cara pengarangan biasa. Proses pengarangan tradisional pun,
juga mampu menghasilkan cuka kayu. Para petani Thailand telah menghasilkan cuka kayu melalui proses pengarangan yang sama
dengan yang dilakukan para petani kita. Agar efisien, proses pengarangan ini
secara rutin dilakukan selang tiga hari sekali, dengan tiga unit pengarangan. Secara
rutin perajin arang bisa bekerja tiap hari untuk membongkar unit pengarangan
yang sudah tidak berasap, sekaligus memasukkan bahan dan kembali menimbunnya.
Sementara
itu, ada dua unit lain yang masih terus berasap dan memproduksi cuka kayu. Asap
yang keluar dari lubang pengarangan ini tidak perlu didinginkan seperti halnya
pada pengarangan modern. Cukup dibelokkan dengan pipa bambu lalu cuka kayu yang
menetes ditampung dalam botol bekas
kemasan air minum. Apabila para pembuat arang di negeri kita mau mencontoh
pembuat arang Thailand, maka penghasilan mereka akan meningkat. Sebab selain
menghasilkan arang, mereka juga akan mendapat tambahan income dari cuka kayu, yang minimal bisa diaplikasikan sebagai
ZPT.
No comments:
Post a Comment