Persyaratan dan modal yang fleksibel menjadi salah satu
senjata yang digunakan Muhidin Yunus dalam memasarkan kemitraan Nasi Goreng
Hijau. Mitra cukup
membeli sachet racikan bumbu yang diinginkan.
![]() |
Nasi Goreng ijau (Teguh) |
Bisnis
kuliner termasuk salah satu bidang yang membutuhkan ketrampilan khusus, memakan
waktu dan tenaga yang tak sedikit. Untuk
memulai usaha kuliner, pemilik harus selalu siaga di kedainya. “Di zaman serba
sulit seperti ini banyak orang yang ingin punya usaha sendiri. Tapi umumnya mereka takut memulai. Kondisi seperti ini sebenarnya adalah
peluang. Kemitraan yang fleksibel dan
tidak membebani dan mudah dilakukan sangat cerah peluangnya,” tutur Muhidin Yunus pemilik Nasi Goreng Hijau.
Nah, peluang inilah yang ditangkap Yunus dengan penawaran
bumbu
masak siap saji. Anda
yang tertarik menggeluti bisnis kuliner tak perlu lagi harus memiliki skill khusus
meracik menu, juga soal tenaga dan ketersediaan waktu. Semua menjadi fleksibel dan praktis. Biaya operasional bisa lebih dihemat. Bentuk usahanya
pun menjadi sederhana.
Sehingga prediksi untung-rugi bisa dihitung secara pasti dan mudah.
Bumbu pengganti koki
Tahun 1990 Yunus
bekerja di Restoran Bakmi Gajah
Mada. Kurang lebih sekitar 8 tahun ia
menjadi koki di restoran tersebut. Melihat kawan
satu levelnya keluar dari restoran tersebut dan sukses memulai usaha, memotivasi
Yunus mengikuti jejak. Merasa cukup pengalaman meramu masakan,
kemudian ia memberanikan diri membuka
usaha sendiri.
Tahun 2006 ia
mendirikan rumah
makan pertama, Bakmi Kembang.
Berlokasi di kawasan Kembangan, Jakarta Barat. Dalam mengembangkan
usahanya dan muncullah ide membuat rumah makan dengan menu andalan Nasi
Goreng
Hijau.
Gerai nasi goreng hijau yang pertama berlokasi di
daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Di kedainya sehari ia dapat
menjual sekitar 200 porsi. Cara
penjualanya dilakukan dengan brosur.
Menembus perkantoran. Brosur
harus tepat sasaran. Omzet setiap bulan
yang ia perolah berkisar Rp 60 juta – 70 juta.
Pengembangan usaha berikutnya dilakukan dengan penawaran
kemitraan, menjual racikan bermacam-macam bumbu masakan dalam kemasan
sachet kepada para mitra usahanya. Saat ini, Yunus telah bekerjasama dengan
CFC sebagai pemasok bumbu ayam goreng.
“Bumbu
buatan saya ini bisa menggantikan keberadaan koki atau juru masak. Hanya dengan membaca buku manual yang saya
berikan, siapa saja bisa memulai usaha kuliner secara gampang,” kata Pria
kelahiran Banjar, Ciamis, Jawa Barat itu.
Model simulasi usaha
Pengembangan penawaran kemitraan yang fleksibel ini dapat lebih mempermudah dalam melakukan control costing operasional. Calon mitra
hanya perlu mempelajari aturan pakai yang telah tercantum dalam buku
manual. Bila kurang jelas, mitra juga
bisa berkonsultasi dengan Yunus melalui telpon. “Mereka sudah bisa menghasilkan menu yang
memiliki standarisasi dan kualitas rasa yang tak kalah dengan nasi goreng
ataupun masakan kuah direstoran ternama.”
Biasanya setelah melakukan survey lokasi calon mitra untuk memperkirakan kapasitas produksi awal, Yunus akan memberi stok persediaan bahan baku selama 1 minggu. Melalui simulasi tersebut, mitra akan
terhindar dari kerugian. “Memulai bisnis
kuliner itu kuncinya pada saat memulai.
Kalau sudah benar, biasanya akan terus bergulir, selanjutnya konsumennya akan semakin bertambah,” paparnya.
Tak hanya itu, ia juga akan membimbing calon mitra dalam
mempersiapkan setting
rumah makan dan peralatan. “Kebutuhan
dan macam peralatan harus disesuaikan dengan kapasitas dan jenis menu yang
dijual. Jadi tidak bisa saklek dan harus luwes. Saya tidak ingin membebani mitra,” katanya. Mitra
akan didukung dari sisi pemilihan bahan baku dan kontrol
kualitas. Supervisi dilakukan 1 bulan
sekali. Biaya akomodasi ditanggung oleh
mitra yang bersangkutan. Saat ini ia telah memiliki 7 mitra. Berlokasi di Lenteng Agung, Makassar, Kelapa
Gading dan di Kawasan Darma wangsa , Jakarta Barat.
No comments:
Post a Comment