Lidah buaya alias aloevera kini tak lagi hanya dikonsumsi
dalam bentuk cooktail daging batangnya. Instan Hijriah menyajikan dengan cara lain, yakni dalam kemasan instan bercita rasa jahe dan
kencur. Anda tinggal menyeduh atau melarutkan
dalam air.
![]() |
Lidah buaya rasa jahe. |
Sebelum memperkenalkan
lidah buaya instan tahun 2005, Mahwiyah pemilik Instan Hijriah dikenal sebagai penjual jahe seduh di depan
Kantor Polda, Pontianak. “Bahan baku
jahe seduh masih tergantung dari kiriman sepupu saya dari Jawa,” tutur wanita
asal Jombang, Jawa Timur itu. Karena minuman
jahe banyak diminati, lantas Mahwiyah mengembangkan dengan produk lain yakni aloevera.
“Kalau disajikan polosan rasa aloevera
seperti minum gula biasa. Makanya saya kombinasikan dengan jahe,”
tuturnya. Untuk memulai usaha barunya ia
menyisihkan uang tabungannya Rp 1 juta sebagai modal awal.
Pada tahun 2006, Mahwiyah ikut serta dalam pameran
yang diselenggarakan di Mega Mall Pontianak. Dalam pemeran tersebut ia
menyediakan sebuah dispenser untuk sampel.
Dengan demikian pengunjung dapat mencicipi produk hasil olahannya. Berkat pameran tersebut, jahe - aloevera , kencur dan temu lawak racikannya banyak
diminati pengunjung. Usai ikut serta
dalam pameran tersebut, Mahwiyah banyak mendapat order. Ia mengaku mampu meraup omzet Rp 20 juta/bulan. Aloevera instan dijual seharga Rp 8.000 /
kemasan, Kunyit putih instan seharga Rp 9.000 / kemasan, dan Pace instan Rp
8.000 / kemasan.
Langkah berikutnya, ia
mendaftarkan produknya agar memiliki IPRT. Setelah mengantungi izin tersebut, produk
bisa beredar di toko dan supermarket. “Produk
saya sudah tersebar di kawasan Sintang, NTT, Kalimantan Timur, Sumatera, Jawa
Tengah dan Surabaya,” ujarnya. Sementara
itu, soal bahan baku, wanita kreatif ini mengaku memiliki beberapa pemasok dari
beberapa daerah. Misalnya, pemasok aloevera dari Pontianak. Sedangkan pemasok kencur dan jahe dari Lampung.
Selama menjalankan usaha, kendala yang dihadapi yaitu
dalam hal pengemasan. “Sampai saat ini
saya masih menggantungkan diri pada pasokan kemasan dari Jakarta,”
imbuhnya. Selain kemasan, ia juga
mengaku terkendala oleh mesin penggiling atau pemeras. Setiap hari ia memeras bahan baku dengan mengandalkan blender.
Lantaran keterbatasan modal ia belum mampu membeli mesin berkapasitas
produksi banyak.
No comments:
Post a Comment