Berkat teknologi pengalengan, UPT-
LIPI Yogyakarta berhasil memproduksi sayur kemasan kaleng dengan masa simpan 2
tahun tanpa bahan pengawet. Aneka sayuran atau gudeg kini bisa diekspor keluar negeri
tanpa takut basi. Sebuah langkah inovatif memberi nilai tambah
pada makanan lokal untuk bersaing di pasar global.
![]() |
Tempe Kari dalam kaleng adalah salah satu produk yang dihasilkan. |
Semua sayur yang bersantan pastilah tidak dapat bertahan lama
atau cepat basi. Kalau mau disimpan paling lama hanya 24 jam, itu pun harus segera dipanaskan untuk menjaga
agar masih layak dikonsumsi. Kini dengan
teknologi yang dihasilkan UPT BPPTK LIPI Yogyakarta, di Desa Gading, Kecamatan Playen,
Gunungkidul, Yogyakarta, aneka sayur yang berkuah santan dapat bertahan 2 tahun masa simpan dalam kemasan kaleng.
Menurut Ir. Mukhamad Angwar salah seorang
peneliti yang terlibat dalam program kreatif
ini, pihaknya sudah membuat produk dengan izin edar dari BPOM untuk beberapa jenis masakan seperti : Mangut Lele, Gudeg, Tempe
Kari, dan Sayur Lombok Ijo yang dikemas dalam kaleng dengan merek produk “Gading”
Pesanan
rutin Rp 96 juta/bulan
Pematangan dan penyempurnaan teknologi pengawetan sayur
bersantan ini sudah dilakukan dalam laboratorium riset sejak tahun 2005. Proses pengalengan agar sayur awet adalah dengan cara meminimalisir
kontak udara dalam proses pengepakan. Hasilnya,
makanan ini tidak basi meski tidak dibubuhi bahan
pengawet.
Gudeg serta aneka sayur
kalengan seperti ini diharapkan dapat mengurangi peredaran makanan berbahan
pengawet kimia yang dapat merugikan kesehatan manusia. Saat ini, UPT BBPK LIPI Yogyakarta mampu
memroduksi 100 kaleng gudeg per hari.
Proses produksinya didukung
6 orang tenaga kerja. Pemasaran dan distribusinya dilakukan oleh Koliga (Koperasi LIPI Gading) yang beralamatkan di tempat
yang sama dengan kantor UPT BPPK LIPI Yogyakarta.
“Kendala pemasaran sangat dirasakan dalam memperkenalkan
produk ini, karena sampai sekarang belum ada
investor yang berminat. Saat ini pemasaran masih sebatas pesanan atau by
order dengan minimal pesanan 100 kaleng . Kemasan kaleng 250 gr dijual
dengan harga antara Rp. 7.000,- sampai dengan Rp. 12.000,- tergantung jenis
produknya,” terang Angwar.
Meski pasar dalam negeri belum antusias
merespon produk ini, Koliga sudah go
international dalam menjual sayur kalengan ini. Dr. Jonathan Agranoff, seorang dokter pada
sebuah rumah sakit di Inggris, secara rutin
memesan Sayur Tempe bumbu Kari kaleng kemasan 250 gr. Ia memberikan tempe kari kepada pasiennya sebagai makanan
terapi kanker. Lantaran terbukti memberikan hasil yang baik, maka permintaan
meningkat dari 2.000 kaleng menjadi 6.000 kaleng/ bulan,” tambah Angwar.
Setiap kaleng dihargai 3 poundsterling atau sekitar Rp
48.000. Jadi bila dihitung, total
penjualan setiap bulan yang diterima dari dokter
tersebut sebesar Rp 96 juta / bulan.
Peluang baru industri kuliner
Dengan produksi sayur kemasan kaleng
seperti ini sangatlah terbuka peluang usaha kuliner tanpa harus mempunyai rumah
makan. Produk ini cocok untuk bekal jalan-jalan, pergi haji, dan juga
oleh-oleh karena kemasannya sangat praktis. Nah, para penggemar sayur berkuah
santan tidak perlu khawatir. Kapan pun dan dimana pun kita
berada dapat menikmati kelezatannya dengan tersedianya masakan tersebut dalam
kemasan kaleng yang praktis dan ekonomis. Sebagai sasaran pasar yang dibidik yaitu
kalangan menengah ke atas. Untuk
pemesanan dikenakan jumlah minimal sebanyak 100 kaleng.
Di
pasar domestik, penjualan sayur kaleng tersebut baru merambah 2 pasar modern di
Yogyakarta, yaitu
Mirota dan Pamela Swalayan. Sementara di Bandung bekerjasama dengan pusat oleh-oleh Karya
Umbi. Diharapkan jaringan super market modern juga membuka kesempatan untuk bekerjasama dengan produsen sayur kaleng ini.
No comments:
Post a Comment